Telah banyak sosok guru terbaik yang tertulis dalam sejarah bangsa. Namun kali ini saya berkeinginan mengungkap wajah guru yang mengabdi dengan ikhlas dan ketulusannya. Dia tidak berada pada sisi keramain kota, bukan pula pengajar setenar Kihajar Dewantara. Kisah Inspiratif ini dimulai dari provinsi paling utara di Indonesia.
Pulau Siau merupakan salah gugus wilayah kecil diperairan Laut Sulawesi. Artinya, tempat ini berbatasan dengan negara tetangga Filipina. Satu-satunya sarana transportasi ke Kota Menado hanya melalui jalur laut. Memakan waktu sekitar tujuh hingga delapan jam untuk tiba di tempat Pak Eka Chandra mengajar. Itulah nama panjang dari Pak Eka. Berbincang dengan sosok pengajar muda ini telah berlangsung beberapa kali. Namun bukan saat bertandan ke Sulawesi Utara. Kami hanya bertemu saat kegiatan nasional.
Guru Inovatif ini merupakan peraih penghargaan nasional. Disamping berperstasi dalam pengembangan sekolah kesetaraan, Beliau merupakan peraih juara kedua Lomba Inovasi Guru Bidang MIPA ditahun 2018. Kinerja terbaik itu saya mengganggapnya luar biasa. Berkali-kali sebagai finalis di bidang MIPA, tidak seberuntung beliau. Walaupun tempat mengajarnya memiliki keterbatasan, tetapi baginya bukanlah penghalang. Guru yang pernah bertugas di wilayah 3T pada SMPN Satap Tapobali Nusa Tenggara Timur ini, memiliki cara tersendiri dalam mengambangkan diri. Pemanfaatan kearifan lokal telah membuka sebuah berkah dalam hidupnya. Penelitiannya tentang hembusan angin dan ombak di pulau tempat tinggalnya telah menjadi bukti yang nyata. Kabar terkini, beliau berhasil menjadi nominasi penerima hibah penelitian nasional. Karyanya mendapat pengakuan dari SEAMEO Qitep in Science untuk berkompeteisi di tingkat lanjut. Peserta yang diikuti semua jenjang sekolah itu, Sang Guru berhasil menempati posisi ke-10. Tentunya untuk ukuran diri, posisi itu sangat luar biasa.
Bermimpilah dalam hidupmu, tetapi jangan hidup dalam mimpimu. Begitulah ungkapannya saat mendapat kesempatan dari Negara. Ini adalah hadiah yang langka. Usaha dan kerja kerasnya mulai terjawab. Menyandang Excellent Teacher merupakan bingkai keikhlasannya mengabdi. Trainning Internasional in The University of Queensland Australis adalah wujud nyatanya. Tetapi ini baru awalnya saja. Kisah pun berlanjut dengan berbagai apresiasi dari pemerintah daerah. Saya hanya bisa membayangkan jika kesempatan dan pemberian itu juga terjadi pada diri. Namun jelas, setiap orang punya cerita berbeda dalam hidup.
Dedikasi penyandang lambang Tut Wuri Handayani ini bukan hanya sebatas berbagi dengan rekan-rekannya. Ketulusannya mengajar bahkan menjadi viral. Guru Eka harus menenteng papan tulis mini masuk ke pedalaman. Tujuannya, mencari siswanya untuk berbagi ilmu dalam mengajar. Dia tidak ingin menunggu tetapi selalu menggugah. Inilah semangat yang terus teringat untuk di contoh.
Kami berdia memiliki banyak perbedaan. Akan tetapi warna itu menjadi indah untuk saling menyemangati. Seperti halnya saya, pemanfaatan teknologi dalam mengajar terus diupayakannya. Kawan ini pernah berkecil hati. Beliau tidak bisa mengikuti sayembara video pendek pembelajaran. Laptop klasiknya tidak mampu berkompetisi. Semoga pemerhati pendidikan bisa menjadi catatan buat guru penyemangat ini. Idel rasanya, semangat kerjanya bisa ditunjang fasilitas gratis pemerintah.
“Pendidikan itu seperti menyeka api yang hampir padam, olehnya itu harus senantiasa dijaga. Sehingga cahayanya terus menerangi dunia.” Itulah ungkapannya. Pernyataan itu tidak hanya manis diucapkan. Bakti kerjanya menjadi saksinya. Mengembangkan pendidikan kesetaraan di negerinya menjadi buktinya. Guru ini selalu berinteraksi dengan insan yang hampir berputus asa untuk sekolah. PKBM Rumah Belajar Karangetang menjadi sarananya. Tidak sedikit waktu yang tersita untuk urusan ini, karena beliau bertindak sebagai ketua. Namun saya harus mencontohnya. Jalan Amalnya ini tidak berarti melupakan kebersamaan dengan keluarga. Banyak postngan di media sesoialnya yang menyangkut jiwa sosial dengan keluarga dan sahabatnya. Wah, Ini luar biasa kawan!
Dia kini terus bergerak menebar cahaya. Mengisi materi di beberapa pertemuan lokal maupun nasional. Sosoknya kian membawa berkah bagi orang lain. Guru ini beranggapan, Ketika proses belajar menjadi kebutuhan, maka hasilnya akan bermakna sehingga bermanfaat. Begitulah caranya menanamkan benih postif bagi orang lain. Ada rasa syukur yang tidak ternilai, ketika siswanya berhasil. Salah satunya pada ajang pekan kreativitas siswa di tahun yang lalu. Cahaya lainnya datang dari tulisannya. Saya sempat tersentak ketika diminta sebait testimony. Rupanya, kumpulan pernyataan kawan-kawan menjadi pemanis dalam karya bukunya. Buku itu diberi judul yang mengundang keinginan untuk membacanya. “Guru Gila” begitulah yang terpajang pada covernya. Kalian penasaran? Jangan bertanya balik. Saya pun sangat ingin membacanya.
Selamat Hari Pendidikan Pak Guru Eka, Baktimu menggugah saya untuk terus bersemangat dalam bergerak maju. Tetaplah terus mendorong kebaikan untuk Indonesia Maju. Sosok guru sepertimu bagai mencari emas di bulir padi yang menguning.