Rabu, 27 Januari 2021

BULETIN SEVENTEEN : Keluhmu Menyentuh Hatiku (Kisah Pembelajaran Daring saat Masa Covid-19 Mewabah)

 

                Gambar ini hanya sebuah ilustrasi.

“Maaf pak, aku baru bisa mengumpulkan tugas pengganti ini.” Kata Riko.

 

Wajahnya begitu lusuh tanpa senyuman saat menemuiku. Kedatangannya didampingi oleh seorang lelaki setengah baya. Pakaian mereka jauh dari istilah sederhana. Sandal yang dikenakan pun sudah usang dan berdebu.

 

“Anak ini memang mengalami kesulitan belajar daring, pak.” Jawab Pak Dirman.

 

Dia mengaku berstatus paman dari siswaku itu. Akupun mulai bercakap banyak pagi itu. Keinginantahuanku tentang masalah belajar Riko menjadi hal yang penting.

 

“Anak ini tinggal bersama bapak?”

“Kadang-kadang saja.”

“Lho, kok kadang-kadang? Orang tua anak ini tinggal dimana?”

“Ibunya di kampung, pak.”

“Ayahnya?”

“Sudah lama meninggal. Ketika dia masih berumur empat tahun.”

 

Akupn tersentak kaget. Menebar senyum sambil menatap anak itu menjadi cara menghilangkan kesedihanku.

 

“Anak ini sering berpindah-pindah tinggalnya, pak.” Sambung Pak Dirman.

“Oh begitu. Lantas wali sesungguhnya siapa?”

“Adik saya, namun karena alasan mencari nafkah yang berpindah-pindah menyebabkan anak ini juga berpindah.”

“Kalau boleh aku mengetahui, apa pekerjaan adik bapak itu?”

“Berdagang keliling, pak.”

“Bapak sendiri?”

“Buruh bangunan, pak. Itupun selama Covid-19 ini melanda, sering tidak bekerja.”

 

Kini mulai ada titik terang kesulitan belajar yang dialami Riko. Akupun berbalik menatap anak yang sejak tadi hanya terdiam.

 

“Apa kesulitan yang kamu temui selama belajar daring, nak?”

“Kadang saya tidak bisa on line pak karena tidak memiliki paket data. Kalau sedang membantu berjualan, belajarnya tidak bisa lagi, pak.”

“Saat kamu bisa ikut belajar, apakah materinya susah?”

“Tidak pak.”

“Biasanya jika ikut berdagang, jam berapa pulangnya?”

“Kira-kira jam 10 malam. Jika sempat, saya bisa kirim tugas dari tempat berdagang.”

“Hanphone siapa yang digunakan?”

“Milik paman atau kawan pedagang lain yang punya pulsa.”

“Kamu tidak dapat bantuan pulsa ya?”

“Pernah sekali pak. Tapi karena nomornya berganti-ganti, jadi tidak lagi.”

 

Setelah terdiam sejenak, akupun memberikan tugas pengganti untuk menuntaskan pembelajarannya.

 

Berbeda dengan Linda. Datang ke rumah dengan mobil mewah. Seorang ibu muda mendampinginya. Jika bermobil, tentu stelan pakaiannya tidak biasa. Jarak dua meter, wangi tubuh mereka sudah tercium.

 

“Saya minta maaf atas kelakuan anak saya pak. Kebiasaannya bermain game on line, belajarnya menjadi terabaikan.” Kata Ibu Rina.

 

Raut wajah orang tua Linda itu terlihat sedih. Namun Linda terlihat tenang-tenang saja, bahkan loli pop masih terpasang dalam mulutnya.

 

“Materi pembelajarannya susah nak?” Tanyaku pada Linda.

Namun suaraku sepertinya kurang jelas. Walaupun jarak kami berdua hanya dua meter, dia hanya terdiam dan menatap ke tempat lain.

 

“Linda, gurumu tanya?” Bentak Ibunya.

“Sudalah bu. Mungkin Linda lagi kurang sehat.”

“Tidak kok pak guru. Dia ini baru bangun, tadi malam tidak tau bikin apa. Larut malam baru tidur.” Jawab ibunya.

“Mungkin lagi kerja tugas bu.” Kataku sambil tersenyum.

 

Akupun memberikan tugas pengganti untuk menuntaskan pembelajarannya. Lima bulan belajar daring hanya empat kali hadir dalam ruang virtual.

 

“Tugasnya agak banyak bu, mohon dipantau agar terselesaikan tepat waktu ya?” Pintaku pada ibunya.

“Apakah hanya Linda yang begini pak.” Tanya Ibu Rina.

“Tidak bu. Tadi ada juga Riko. Teman sekelas Linda, datang ke sini.”

“Oh… itu tetangga saya dulu. Waktu  kelas delapan, kayaknya sering tidak ke sekolah. Tapi sekarang tidak tahu lagi tinggal dimana. Mereka sudah pindah.”

“Ibu sering ke rumhanya ya?”

“Tidak pak. Saya kan orang sibuk. Hanya kadang ketemu sesekali saja.”

 

Sungguh pemandangan kehidupan yang berbeda. Dua pelajaran penting yang dapat dipetik dari peristiwa ini. Nikmat Allah terbagi dalam  hidup manusia dengan sisi berbeda. Riko hidup sederhana namun kesusahannya adalah ikhtiarnya untuk selalu berusaha. Linda hidup mewah namun terlena yang membuatnya susah.

 

“Banyak pelajaran yang bisa diambil seorang guru. Nanti kamu temui dalam tugasmu. Kakek sangat bersyukur, akhirnya kamu jadi pengajar. Semoga kelak amal jariah dapat kakek dapatkan pula dari tugasmu.” Begitulah ungkapan kakek semasa hidupnya.

 

Pernah tinggal bersamanya, membuat banyak petuah yang diberikannya. Rupanya menjadi guru tidak mudah namun memiliki banyak banyak manfaatnya.

(Suhardin, Guru IPA SMPN 17 Kendari - Catatan belajar daring 26-01-2021)


 

SAMPAH RUMAH TANGGA DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

  Rumah tangga memproduksi sampah setiap hari. Hal ini sesuai dengan aktivitas penghuninya. Sebagia besar berupa bahan organik, Misalnya sis...