SABUN DAN TERANG BULAN
“Ibu, Belikan sabun ya.” Pintaku.
Aku menjenggat ibu di depan pagar. Perempuan setengah baya
itu hanya menatapku dengan kening
mengkerut.
“Bukanya sabun dï kamar madimu masih ada?”
“Ini bukan untuk mandi bu!”
“Lantas…”
“Ini disuruh pak guru, bu.”
“Memangnya pak gurumu tidak bisa beli sabun mandi?”
“Bukan begitu bu.”
“”Lantas…”
“Ada tugas tentang prakarya.”
“Apa hubungannya prakarya dengan sabun mandi?”
“Bu, please. Belikan saja . Nanti ibu juga akan tau untuk
apa.”
“Bilang dulu!”
“Bu, ceritanya bisa panjang.”
“Sabunya yang cair atau yang padat?”
“Padat bu.”
“Warna biru, merah atau putih.”
“Merah.”
“Bentuknya bulat atau persegi?”
“Em…persegi.”
“Aroma yang kamu suka?”
“Lemon saja bu.”
“Berapa banyak?”
“Dua saja.”
“Oke, ibu pergi dulu ya?”
“Eh, ada lagi bu! Maaf.”
“Apa lagi?”
“Terang bulan satu. Rasa keju coklat.”
“Disuruh juga gurumu?”
“Tidak bu. Untuk makan saja.”
“Kamu mau makan sabun campur terang bulan? Jangan nak!”
“Ibu? Bukan begitu bu.”
“Jadi…”
“Sabunnya untuk kerajinan, kalau terang bulannya buat
nemanin aku bekerja dong.”
“Anak ini, selalu saja pesan terang bulan. Kamu tidak bosan
ya?”
“Tidak dong bu.”
“Sudah ya. Ibu pergi
dulu.”
“Eh bu, boleh satu lagi?”
“Apalagi sih?”
“Kurang Lengkap jika tidak ada susunya nih.”
“Maksudmu?”
“Jika masih ada uangnya, aku minta sebotol susu juga bu.”
“Rasa apa?”
“Coklat bu.”
“Iya, iya.”
“Bu yang ukuran tengah ya?”
“Iya! Pergi dulu.”
“Bu! Sebentar.”
“Apalägi sih?”
Aku berlari kecil mendekatinya. Meraih tangan dan
menciumnya. Pelukan eratku membuat tangan perempuan yang aku sayangi itu,
membelaiku. Badan baru berbalik setelah dia berlalu di balik tembok.
Sabun itu kita berubah bentuk. Ukiran yang dibuat menjadi
indah dipandang. Sebuah bulan sabit terlihat menghias meja belajarku. Aroma
lemonya telah merubah susana saat aku belajar. Tugas kerajinan prakarya ini
akan disetor sebagai proyek siswa pada hari Kamis. Aku pun sangat senang bisa
mengerjakannya tepat waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar