Kepala
Laboratorium Sains telah berpindah tangan secara mendadak minggu lalu. Tanpa
pemberitahuan resmi, surat tugas langsung dikeluarkan. Kini keseharianku makin
longgar. Bertugas sebagi guru biasa menjadikan banyak waktu tersisa. Itulah
alasannya, mengapa aku menerima tawaran dari sekolah lain. Kepala SMP Kartika
XX-6 Kendari menghubungiku melalui saluran telepon seluler.
“Apakah
bapak punya waktu untuk kami?” Sapanya.
“Aku
bisa mengusahakannya pak. Apa yang bisa saya bantu?” Jawabku.
“Sekolahku
ingin mengadakan pelatihan pembuatan vlog bagi siswa. Apakah bapak bisa menjadi
pemateri sekaligus pembimbingnya?”
“Dengan
senang hati pak. Semoga mereka bisa mengikutinya.”
Seminggu
kemudian, aku mulai menggeluti kegiatan tersebut. Menginjakan kaki kembali di
sekolah ini, mengingatkan masa kelam dalam perjalanan karierku menjadi guru.
Sekolah ini menjadi sarana penyelamat dari Sang Kuasa. Rumah kedua ini telah
adalah berkah untuk tetap menerima tunjangan sebagai guru sejati. Itulah
sebabnya aku harus membalas jasanya. Walau sepenggal ilmu yang dimiliki.
Aku
mulai berkenalan dengan Nova, Nessa dan Dina. Mereka peserta dalam kegiatan
pelatihan pembuatan vlog yang ditunjuk oleh sekolah. Namun kelihaian mereka
dalam teknologi memupuskan makna seorang pemateri. Aku hanya bisa menutupi
kekuranganku dengan berbagi pengalaman. Menjadi pemenang dalam kegiatan pembuatan
video pendek tingkat nasional adalah modalnya.
Hal
terberatnya hanya dalam penguasaan diri di depan kamera. Rupanya canggung dan
grogi menjadi musuh terbesarnya. Suasana yang sama saat aku memulai belajar membuat
video. Pengambilan gambar yang berulang dan diskusi menjadi dominan. Akupun
mengatakan bahwa membuat vlog hampir sama dengan menyusun cerita. Hanya saja
dalam rancangannya ada limit waktu yang harus ditetapkan. Hal itu untuk mendukung
latar atau tempat, bahasa tubuh, dialog dan pesan yang harus disampaikan. Jika
ada properti yang digunakan harus sesuai dengan tema yang dipilih. Begitulah
sepenggal pengalaman dalam suasana berbagi.
Mereka
memang mahir teknologi, namun cara mengambil gambar yang sesuai dan mengatur
pencahayaan serta editing video yang baik menjadi bagianku. Lambat laun
merekapun menjadi lebih lincah dari pemikiranku. Bahkan mulai berani memberi
masukan diluar nalar yang aku miliki. Sungguh kejam, posisiku mulai
tergantikan. Tetapi tetap disyukuri, karena banyak hal yang menjadi pelajaran
baru. Maklumlah, dunia mereka berbeda denganku. Jika semasa mereka hanya
mengenal bermain gasing dan cuke, ketiganya sudah bermain game on line dengan
mudah.
Seminggu
berlalu, video vlog mereka akhirnya kelar. Tanggapan mulai bermunculan dengan
hasil kerja ketiganya.
“Wah
bagus.” Kata Kepala Sekolah.
“Iya.
Ini layak untuk dipublikasikan di yuotube atau instagram. Hanya ada video yang
masih harus menurunkan volume musik latarnya.” Sambung seorang ibu pengurus
yayasan.
Demikian
juga dengan rekan-rekan guru yang lain. Meminta komentarnya untuk mengetahui
kepuasan penonton terhadap video vlog yang telah dihasilkan.
“Bagus
pak.” Kata ibu guru pembina kesiswaan.
“Kalau
aku belum bisa buat seperti ini.” Sambung yang lainnya.
“Anak-anak
kita rupanya punya potensi ya.” Guru yang lainnya menambahkan.
Ungkapan
itu sangat bermakna. Penilaian yang membuatku berlega hati. Rupanya bisa
membawa manfaat bagi orang lain. Semoga ini bisa menjadi ladah ibadah buatku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar