“Membacalah
sepanjang hidup.” Istilah itu sangat dalam maknanya bagi mereka yang tahu
membaca. Tentunya indra penglihatannya harus normal. Bersyukurlah, Tuhan
memberikan mata untuk membaca. Maka merugilah bagi orang yang tidak bisa
membaca, walaupun penglihatannya sangat baik. Membiasakannya harus sejak dini.
Salah satunya melalui bangku sekolah. Hal tersebut diistilahkan di jaman
milenial ini dengan kata “literasi.”
Berliterasi
dapat berkembang untuk amal maupun kebaikan kecil. Apa yang diketahui tentunya
bisa dibagi pada orang lain. Membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar
manusia untuk bisa berlitasi dengan baik. Tulisan yang baik bukan hanya sekedar
menuangkan apa yang telah dibaca. Kerja syaraf di telinga, hidung, kulit, lidah
maupun suasana yang luas bisa menjadi bahan untuk ditulis. Contoh sederhananya
adalah sebuah persitiwa sehari-hari. Bila unik dan penting, mengapa tidak
ditulis. Semua itu akan dapat dibaca oleh banyak orang. Bahkan akan
mendatangkan manfaat yang besar bagi orang lain. Tantangannya adalah kemampuan
diri untuk menuangkan segala tangkapan indra tersebut pada kertas bermakna.
Mendidik
bukan hanya mengajar. Membimbing lebih utama agar didikan menjadi berkesan.
Inilah alasan mengapa mading sekolah dan buletin menjadi penting diperkenalkan
pada anak didik. Khususnya pada jenjang pendidikan dasar yang masih memerlukan
latihan dan belajar mempublikasikan tulisan. Ajarilah mereka menjadi reporter
cilik, agar bisa menampilkan laporan reportase pada wajah majalah dinding
sekolah.
Kemampuan
melakukan wawancara memiliki nilai yang kompleks, untuk melatih daya pikir dan
kritisnya. Cara bertanya, bertutur kata, menulis singkat, observasi situasi
hingga membaca bahasa tubuh dapat dirangkai menjadi karya tulis bernilai jual jurnalistik.
Jika memuatnya dalam buletin tentu akan menambah kreativitasnya. Menuangkan
tulisan dalam halaman buletin sekolah akan berbeda dengan menulis laporan
biasa. Pemilihan warna, bentuk tulisan, pengambilan foto, memotong gambar,
sediting tulisan, mengatur kolom, membuat kepala berita, menata judul dan nilai
estiteika menjadi hal-hal yang harus dipertimbangkan.
Kompleksnya
pekerjaan membuat berita atau laporan observasi membuat karja harus dalam tim
yang solit. Pembagian tugas harus ada. Fotografer, wartawan, sediting,
redaktur, pencetakan hingga penanggung jawab produksi. Makanya perlu ada yang
namanya short meeting atau briefing. Hal ini untuk menjamin peliputan dapat
diproses dan tersaji dengan baik.
Agar
bisa dipahami dengan cepat memang sebuah berita memiliki kaidah yang harus
dipenuhi. Salah satunya adalah 5W-1H. W yang pertama adalah what (apa). Ini
menyangkut tentang apa yang sebenarnya terjadi? Atau tentang apa yang akan
ditulis. Namun dalam tulisan dapat dikembangkan mengenai apa yang dilakukan?
Apa masalanya? Apa yang dibawa atau digunakan? Apa penyebabnya? Apa yang
dikatakan tentang hal itu? Apa yang didapat? Dan pertanyaan lain yang menjadi
pokok berita nantinya. W yang kedua adalah why (mengapa). Semua yang
berhubungan dengan pengetahuan lanjutan nara sumber menjadi pertanyaan untuk
komponen ini. Misalnya, mengapa hanya dia yang mengetahuinya? Mengapa tidak
hadir dalam pertemuan itu? Mengapa melakukannya? Mengapa dibuat seperti ini?
Mengapa kejadian ini menjadi pembicaraan umum? W yang ketiga adalah who
(siapa). Biasanya pertanyaannya berhubungan dengan pelakunya. Bisa jadi
pertanyaan adalah siapa yang melakukannya? Siapa saja yang melihat kejadiannya?
Siapa yang membuatnya? Siapa anggota timnya? W yang keempat yakni when (kapan).
Beberapa perntanyaan yang bisa menjadi contoh diantaranya kapan terjadinya,
kapan dimulai, kapan pelaksanaanya, kapan selesainya dan pertanyaan lain yang
bersangkut paut dengan waktu. W yang kelima adalah where (dimana). Komponen ini
sangat berkaitan erat dengan tempat kejadian atau peristiwa. Misalnya, dimana
kejadiannya? Dimana proses persidangannya? Dimana dilakukan operasi? Dimana
pembelian dan penjualannya? Sedangkan H berasal dari kata how (bagaimana).
Proses ataupun prosedural mendominasi komponen ini. Bagaimana cara membuatnya?
Bagaimana proses menyelamatkan diri? Bagaimana mencegah kejadian serupa?
Bagaimana upaya yang dilakukan? dan pertanyaan lain yang bersifat melengkapi
berita yang ditulis.
Namun
perlu diingat bahwa, mading maupun buletin tidak hanya berisi berita atau hasil
liputan semata. Pandangan seorang siswa tentang suatu hal bisa menjadi sesuatu
yang menarik. Bagaimana siswa mampu menuangkan gagasan/ide maupun kritiknya
dapat dimuat dalam bentuk tulisan opini maupun feature. Pemikiran siswa dalam
menilai sesuatu dapat dieksplor dalam lembaran media jurnalistik. Rambu-rambu
memang harus ditetapkan sehingga nilai negatifnya dapat direndam. Salah satunya
adalah larangan yang memuat unsur sara dan pornografi.
Kreasi
produk jurnalistik lain dapat diadopsi menjadi tayangan yang menarik. Pengembangan
yang boleh dicoba adalah tentang karya seni dan sastra. Puisi, cerpen, komik
maupun karya lukis dapat menjadi bahan untuk dipajang. Menambahkan diskripsi
singkat yang menggugah bisa menjadi daya tarik tambahan. Nilai berapa pun karya
itu, minimal identitasnya harus jelas. Ini mengajari mereka tentang makna
pengakuan dan kejujuran dalam jurnalistik sekolah.
Apakah
sifat religi bisa dimasukan dalam karya jurnalistik? Inilah yang harus
dipertimbangkan secara seksama. Untuk menghindari adanya pertentangan memang
butuh bimbingan teknis bagi editor remaja dalam memilah judul dan isi yang
sesuai. Kolom khusus maupun pendampingan guru dibutuhkan. Menulis dari hasil
membaca tidak cukup, tanpa penjelasan yang matang tentang ayat yang ada. Olehnya
itu literasi yang bersifat religius, harus mendapat persetujuan guru pendamping
agar kebenaran itu tidak menyimpang.
Semakin
variatif konten, akan memiliki daya tarik yang tinggi pada produk jurnalistik
itu. Namun perlu diingat moto dan visi serta misi jurnalistik yang diemban
tidak boleh menyimpang. Tema tiap edisi
mading perlu ditetapkan. Begitu pula rubric dalam buletin harus dipatuhi oleh
para jurnalis sekolah. Khusus buletin memang membutuhkan dana ekstra untuk
menerbitkankannya. Berwirausaha dalam bidang jurnalistik memang membutuhkan
teknik yang matang. Perlu adanya kerjasama dengan berbagai elemen sekolah untuk
mewujudkannya. Satu hal pokok yang dibutuhkan adalah kebijakan yang
mendukungnya.
Guru
dapat membantu memberdayakan mading atau buletin menjadi menarik. Karya terbaik
setiap bidang studi dapat ditampilkan pada media sekolah. Bisa jadi sebagi
reaword dan sarana belajar bagi sisiwa lain. Memang butuh komitmen khusus
setiap guru untuk bisa menghasilkan produk tulisan siswa. Baik sebagai laporan
kegiatan praktikum, cerita testimony proyek, prosedural yang berkearifan lokal
ataupun cerita perjalanan. Soal hots dan jawaban siswa terbaik untuk matapelajaran
matematika bisa dimuat dalam kolom pojok atau ruang kosong. Bisa jadi untuk
mengganti sementara karikatur maupun semboyan buatan siswa. Akan lebih menarik
jika ada kuis yang ditampilkan.
Pedidikan
dasar memeng butuh bimbingan yang lebih banyak dibandingkan jenjang menengah
atas. kebiasaan ini akan bisa berlanjut ke pendidikan yang lebih tinggi. Banyak
hal yang bisa diperoleh dengan mengembangkan jurnalistik sekolah. Tanggung jawab
serta kedisplinan menjadi hal utama dalam kerja tim. Melatih kejujuran,
kepekaan lingkungan, kritik, ilmiah, kreasi, keratif, inovatif, berkompetitif,
wirausaha dan cinta akan almamaternya. Jika dikaji lebih jauh akan ditemukan nilai
karakter lain yang beranfaat bagi siswa. Salah satunya keterampilan memainkan
kamera berarti mampu memahami teknik fotografer sebagai modal life skill. Demikian
pula mampu menata rubric dalam halaman buletin dengan teknologi computer. Modal
kemampuan ini menjadi keterampilan diatas rata-rata bagi siswa di pendidikan
dasar. Namun semua itu butuh kerja keras untuk membangunnya. Pengalaman kegiatan
ekstrakurikuler bisa berkesinambungan jika regenerasi tetap dijaga. Inilah salah
satu kunci, agar kerja awal dapat membuahkan hasil.
Nilai
tulisan dari hasil membaca, pengalaman, pengindraan langsung, kajian ilmiah dan
wawancara langsung akan berkualitas. Bahan tulisan telah bersarang di elemen
otak besar. Tidak menguras pikiran yang banyak untuk menuangkan dalam bentuk
tulisan. Hanya perlu biasa dan belajar, agar karya memiliki nilai positif. Ayo berliterasi
melalui mading maupun buletin sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar